Mundurnya Kerajaan Majapahit memberikan kesempatan kepada para bupati yang berada di pesisir
pantai utara Jawa untuk melepaskan diri, khususnya Demak. Faktor lain yang mendorong
perkembangan Demak ialah letaknya yang strategis di jalur perdagangan Indonesia bagian barat dengan
Indonesia bagian timur.
Secara
geografis Kerajaan Demak terletak di Jawa Tengah. Kerajaan Demak berkembang
dari sebuah daerah yang bernama Bintoro yang merupakan daerah bawahan
Majapahit. Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa.
b. Kehidupan Politik
Raden Patah (1475–1518)
Dengan bantuan daerah-daerah lain
yang masuk Islam, seperti Jepara,Tuban, dan Gresik, Raden Patah pada tahun 1475
berhasil mendirikan Kerajaan Demak, yang merupakan kerajaan Islam pertama di
Jawa. Menurut Babad Tanah Jawa, Raden Patah adalah putra Brawijaya V (RajaMajapahit terakhir)
dengan putri Campa. Raden Patah semula diangkat menjadi bupati oleh Kerajaan Majapahit
di Bintoro Demak dengan gelar Sultan Alam Akhbar
al Fatah.
Dalam upaya mengembangkan kekuasaan
dan menguasai perdagangan nasional dan internasional maka pada tahun 1513,
Demak melancarkan serangan ke Malaka di bawah pimpinan Adipati Unus (Pangeran Sabrang
Lor). Namun, serangan tersebut gagal. Di lingkungan kerajaan, para wali
berperan sebagai pendamping dan sekaligus sebagai penasehat raja, khususnya
Sunan Kalijaga. Ia banyak memberikan saran- saran sehingga Demak berkembang
menjadi mirip kerajaan teokrasi, yaitu kerajaan atas dasar agama.
Sultan Trenggono (1521–1546).
Adipati Unus (1518–1521 )
menggantikan ayahnya (Raden Patah) untuk menjalankan roda pemerintahan. Ia
lebih dikenal dengan nama Pangeran Sabrang Lor (gelar yang diterima sebab
pernah mengadakan serangan ke utara/Malaka). Adipati Unus meninggal tanpa
meningalkan putra sehingga seharusnya digantikan oleh adiknya, Pangeran Sekar Seda Lepen. Akan
tetapi, pangeran ini dibunuh oleh kemenakannya sehingga yang menggantikan
takhta Demak adalah adik Adpati Unus yang lain, yakni Pangeran Trenggono. Ia
setelah naik takhta Demak bergelar Sultan
Trenggono.
Di bawah pemerintahannya, Kerajaan
Demak mencapai puncak kejayaannya. Wilayah kekuasaannya sangat luas, meliputi
Jawa Barat (Banten, Jayakarta, dan Cirebon), Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Timur.
Tindakan-tindakan penting yang pernah dilakukan Sultan Trenggono adalah sebagai
berikut:
a) menegakkan agama Islam;
b)membendung perluasan daerah yang
dilakukan oleh Portugis; Indonesia pada Masa Perkembangan
Islam 6.
c)menguasai dan mengislamkan Banten,
Cirebon, dan Sunda Kelapa (Perluasan ke wilayah Jawa Barat ini dipimpin oleh
Fatahilah (Faletehan) yang kemudian menurunkan raja-raja Banten).
d)
berhasil menakhlukkan Mataram,
Singasari, dan Blambangan.
Sultan Trenggono gugur (1546)
Ketika berusaha menaklukkan Pasuruan. Wafatnya Sultan Trenggono memberi peluang
kepada keturunan Pangeran Sekar Seda Lepen yang merasa berhak atas takhta Kerajaan
Demak untuk merebut takhta. Tokoh ini ialah Aria
Penangsang yang menjadi bupati di Jipang
(Blora). Keluarga Sultan Trenggono dengan tokohnya Pangeran Prawoto berusaha untuk
menggantikan ayahnya sehingga terjadi perebutan kekuasaan.
Perang saudara ini berlangsung
selama beberapa tahun yang akhirnya memunculkan Joko Tingkir, menantu Sultan
Trenggono yang berasal dari Pajang, menaiki takhta sebagai raja dengan gelar
Sultan Hadiwijoyo (1552–1575).
c. Kehidupan Ekonomi
Dilihat
dari segi ekonomi, Demak sebagai kerajaan maritim, menjalankan fungsinya
sebagai penghubung atau transit daerah penghasil rempah-rempah di bagian timur
dengan Malaka sebagai pasaran di bagian barat. Perekonomian Demak dapat
berkembang dengan pesat di dunia maritim karena didukung oleh penghasil dalam
bidang agraris yang cukup besar.
d. Kehidupan Sosial Budaya
Kehidupan
sosial Demak diatur oleh hukum-hukum Islam, namun juga masih menerima tradisi
lama. Dengan demikian, muncul sistem kehidupan sosial yang telah mendapat
pengaruh Islam.
Di
bidang budaya, terlihat jelas dengan adanya pembangunan Masjid Agung Demak yang
terkenal dengan salah satu tiang utamanya terbuat dari kumpulan sisa-sisa kayu
yang dipakai untuk membuat masjid itu sendiri yang disebut soko tatal. Di pendapa (serambi depan masjid)
itulah Sunan Kalijaga (pemimpin pembangunan masjid) meletakkan dasar-dasar
syahadatain (perayaan Sekaten). Tujuannya ialah untuk memperoleh banyak pengikut
agama Islam. Tradisi Sekaten itu sampai sekarang masih berlangsung di
Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon.
0 komentar:
Posting Komentar